Minggu, 03 Januari 2010

EKSOTISME OBYEK WISATA GARUT: Situ dan Candi Cangkuang

itu Cangkuang, selain sebagai objek wisata danau juga merupakan objek wisata budaya karena di sekitarnya terdapat Candi Cangkuang, Kampung Pulo, Makam Arif Muhammad dan Makam Embah Pangadegan. Lokasinya di desa Cangkuang kecamatan Leles, sekitar 10 km dari arah Garut Kota.

Candi Cangkuang adalah peninggalan budaya Hindu. Terletak di sebuah bukit kecil yang disebut Bukit Pulo. Candi ini berdiri sekitar abad VIII Masehi. Sebagai peninggalan budaya Hindu dengan ciri khas dinding candi polos (tidak terdapat relief) dan sebuah arca Hindu Syiwa di dalam candi.

Sekitar 2 meter arah utara dari Candi Cangkuang ada sebuah makam kuno Dalem Arief Muhammad yang merupakan tokoh penyebar syiar Islam di daerah Cangkuang dan sekitarnya. Beliau adalah salah seorang menantu Sultan Sumenep dari Madura. Pada saat meninggal dunia, beliau meninggalkan 6 orang anak wanita.
Keturunan Arief Muhammad telah membentuk suatu komunitas yang unik.

Terletak 150 meter sebelah barat Makam Arief Muhammad, terdapat kampung adat dari keturunan Arief Muhammad dengan sebutan Kampung Pulo.

Di Kampung Pulo ini hanya terdapat 6 buah rumah yang berjajar masing-masing 3 rumah secara berhadapan ditambah satu bangunan masjid. Menurut kepercayaan rakyat setempat, keenam bangunan rumah tersebut melambangkan enam orang anak wanita Arief Muhammad. Bangunan ini tabu untuk dikurangi atau ditambah, serta yang berdiam di komplek itu tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga.

Makam kuno Embah Pangadegan berada di puncak bukit Pameuntasan tidak jauh dari Bukit Pulo. Dibandingkan dengan bukit lain di sekitarnya, bukit ini tidaklah begitu luas, tetapi bentuknya masih utuh berupa punden berundak. Embah Pangadegan adalah salah seorang diantara pembantu Arief Muhammad ketika menyebarkan agama Islam. Beliau merupakan orang kedua setelah Dalem Arief Muhammad.

Saya, Kamis (13/11/08) sengaja mengunjungi objek wisata Cangkuang. Setelah lelah berkeliling-keliling di situ dan sekitar Candi, selanjutnya berbincang-bincang santai dengan pengelola Situ Cangkuang, yaitu Kepala UPTD Situ Cangkuang, Rana Diana. Berbagai hal tentang objek wisata Cangkuang beliau kemukakan dengan jelas dan rinci.

Dijelaskan Rana Diana, objek wisata Cangkuang, biasanya ramai pengunjung pada pasca Lebaran. Rata-rata pengunjung sekitar 1000 orang perhari, dengan tiket masuk yang cukup murah yaitu 2 ribu rupiah (dewasa) dan untuk anak-anak cukup seribu rupiah perorang. Hasil penjualan tiket semuanya disetorkan ke Disparbud (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) Kabupaten Garut, sehingga untuk biaya operasional sehari-hari harus terlebih dahulu mengajukan anggaran ke disparbud.

Dan ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pengelola, khususnya untuk biaya perawatan dan biaya-biaya operasional lainnya yang tidak terduga.

Rana Diana mengusulkan ke Dinas adanya bagi hasil dari penjualan tiket ataupun insentive, apalagi pengelola bekerja fulltime, bahkan tidak mengenal waktu.

Di saat orang lain liburan, justru pengelola objek wisata bekerja keras. Dan juga dari penjualan tiketpun ada target yang harus dicapai pengelola. Ketika disinggung tentang peningkatan daya tarik objek wisata, misalnya dengan secara rutin mengadakan pagelaran kesenian rakyat.

Rana Diana berharap pihak Pemkab dapat mensubsidi anggaran bagi pegelaran kesenian rakyat tersebut. Karena kalau mengandalkan anggaran dari Disparbud tidak akan terjamin kesinambungannya. Hal ini erat kaitannya dengan keberpihakan Pemkab pada pengembangan dunia wisata. Dunia wisata maju dan berkembang akan terjadi multiplayer efek, sektor-sektor usaha lainnya akan tumbuh dan berkembang juga.


Di akhir perbincangan, secara khusus Rana Diana mengusulkan agar pihak Pemkab Garut segera mengadakan pengerukan situ Cangkuang. Karena situ Cangkuang semenjak meletusnya Gunung Galunggung Tahun 1982 yang lalu sampai sekarang, telah terjadi pendangkalan-pendangkalan. Seminggu saja tidak turun hujan, situ Cangkuang kekeringan. Dikhawatirkan lama kelamaan bisa saja situ Cangkuang hilang, dan cuma jadi legenda semata. Wallahualam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar