Rabu, 06 Januari 2010

Picture of garut

Dodol Garut

Dodol Garut merupakan makanan khas dari kota Garut provinsi Jawa Barat. Terdapat banyak jenis dari dodol Garut ini, diantaranya adalah dodol wijen, dodol nanas, dodol tomat, dodol durian, dodol coklat, dan masih banyak lagi jenis-jenisnya. Dodol ini termasuk kepada makanan camilan karena rasanya yang manis.

Terdapat banyak sekali toko-toko atau warung-warung yang menyajikan dodol sebagai jualannya. Di sepanjang jalan kota Garut banyak penjual yang menjajakan dodol garut, terutama di jalan-jalan yang sebagai pintu gerbang ke daerah lain di sekitar kota Garut.

Orang banyak yang menyukai dodol Garut ini karena rasanya yang khas, sehingga membedakan dengan dodol-dodol yang berasal dari daerah lainnya di Indonesia.

Arung Jeram - Cimanuk

Salah satu daya tarik pesona wisata Kab Garut adalah olah raga arung jeram di sungai cikandang dan cimanuk. Kedua sungai ini cocok untuk dijadikan wisata arung jeram karena karakteristik sungainya ideal untuk rafting. Pemandangan disekitar rute arung jeram ini sangat indah, wisatawan akan melintasi areal hutan bambu, tebing-tebing yang indah, daerah pesawahan yang luas serta pemandangan air terjun. Untuk sungai cimanuk, Rute dari start sampai finish berjarak kurang lebih 7 Km dengan jarak tempuh sekitar 2,5 jam. Rafting di sungai cimanuk ini termasuk kepada kategori grade 3. Di sungai cikandang, rute yang ditempuhnya lebih jauh lagi, berjarak sekitar 15 km dengan jarak tempuh sekitar 4 jam. Perjalanan dimulai dari Pakanjeng (jembatan Ci Arinem) dan selesai di daerah Cijayana dengan waktu istirahat di kampung bokor. Rute rafting ini termasuk ke dalam grade 4, mempunyai jeram-jeram yang panjang dan simultan serta lekuk sungai yang tajam. Air sungai yang masih bersih dan alami membuat atraksi wisata ini layak untuk anda coba dan buktikan sendiri.

Water Boom “Sabda Alam” Cipanas, Garut

Taman Air Sabda Alam terletak di kota Garut tepatnya di Jl. Raya Cipanas. Jika anda menelusuri sepanjang Jalan Cipanas dari arah Tarogong Garut maka yang pertama kali anda akan ditemui adalah Hotel Sabda Alam. Untuk menuju Taman Air Sabda Alam anda tinggal masuk ke area parkir Hotel kemudian terus menuju belakang Hotel Sabda Alam, disana anda akan menemukan kembali tempat parkir yang luasnya 6 kali lipat luas parkir Hotel Sabda Alam. Posisi Taman Air Sabda Alam ini memang terletak di belakang Hotel Sabda Alam.

Taman Air ini dibuka pada akhir tahun 2007, dan mulai resmi dibuka oleh Gubernur Jawa Barat H. Ahmad Heryawan pada 9 Agustus tahun 2008.

Sejak dibuka untuk umum hingga sekarang, Taman Air Sabda Alam ini selalu dibanjiri pengunjung baik dari dalam kota maupun luar kota.

Hal ini dikarenakan Taman Air Sabda Alam tidak pernah berhenti berinovasi untuk menghadirkan wahana-wahana baru di Taman Air.

Di Taman Air Sabda Alam ini terdapat Nampan Tumpah dimana air yang nantinya tumpah yaitu berupa air hangat, sehingga pengunjung yang ada di bawahnya tidak akan merasa kedinginan disiram oleh air sebanyak ember raksasa ini.

Taman Air Sabda Alam ini merupakan satu-satunya Taman Air di Indonesia yang menggunakan air panas alami.

Terdapat banyak Sliding/prosotan yang ada di Taman Air Sabda Alam ini. Mulai dari yang pendek sampai yang panjang, mulai dari yang lurus sampai yang berkelok-kelok seperti Twister.

Wahana-wahana lainnya yang ada di Taman Air Sabda Alam yaitu ada Sepak Bola Pasir, Flying Fox, Jet Ski, Canoe, dan yang terbaru menghadirkan wahana Water Ball yaitu suatu Balon Raksasa yang mengambang di atas air dimana kita bisa memasuki balon tersebut dan berjalan-jalan di dalamnya.
Selain wahana-wahana tadi Taman Air Sabda Alam ini juga selalu memberikan kejutan-kejutan pada weekend atau libur hari raya seperti bagi-bagi hadiah serta hiburan-hiburan yang selalu bekerja sama dengan ooreo promotion.
Dengan harga tiket masuk sebesar Rp. 25.000 dan Rp. 30.000 anda sekeluarga akan mendapatkan liburan yang sangat lengkap, memuaskan bagi seluruh keluarga. Jadi tunggu apalagi ? Segera ke Garut dan kunjungi Taman Air Sabda Alam Garut. Hanya satu jam seperempat perjalanan dari ibu kota Jawa Barat Bandung.

Gunung Papandayan - Garut

Objek dan daya tarik Gunung/Kawah Papandayan tersebut terdapat di Desa Sirna Jaya dan Desa Keramat Wangi, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat. Adapun pengelola objek tersebut adalah BKSDA Jabar II. Sedangkan status kepemilikan tanahnya dikuasai oleh Departemen Kehutanan.

Luas kawasan objek ini secara keseluruhan 7132 Ha, yang terdiri dari Cagar Alam dengan luas 6807 Ha dan Taman Wisata Alam 225 Ha. Adapun jenis gunung ini adalah jenis gunung berapi yang memiliki ketinggian 2622 m dari permukaan laut. Sedangkan jumlah kawah Papandayan ini terdapat banyak kawah yang aktif, yang diantaranya ada 4 kawah yang meletus pada tahun 2002 yaitu Kawah Baru, Kawah Nagklat dan Kawah 2002 (2).


Batas administrasi kawasan ini sebelah Utara yaitu Kecamatan Pasirwangi dan Desa Kepakan, Baratnya Kabupaten Bandung, Selatan Kecamatan Bungbulang dan Timurnya Kecamatan Cisurupan. Batas alam Gunung Papandayan yaitu Utara, Barat, Selatan dan Timurnya adalah Kawasan Perum Perhutani sebagai hutan produksi.

Dari kawasan ini ke Ibu Kota Kecamatan Cisurupan berjarak 9 km, dari Ibu Kota Kabupaten Garut berjarak 24 km, dari Ibu Kota Propinsi berjarak 84 km, dari Bandara Udara Husen Sastranegara berjarak 84 km, dari Pelabuhan Laut Santolo (Pameungpeuk) 80 km, dari terminal bus/angkot Guntur berjarak 24, dari Stasiun kereta api Cibatu berjarak 64 km dan dari akomodasi terdekat di Bayongbong berjarak 16 km yaitu Penginapan Kondang Sari.

Topografi Gunung Papandayan berada di ketinggian 2170 m di atas permukaan laut dengan konfigurasi umum lahannya bergunung, berbukit, dataran dan lembah. Kemiringan lahannya yaitu curam di Cagar Alam, landai di Taman Wisata Alam (TWA) dan agak curam di Cagar Alam dan TWA serta kestabilan tanahnya baik yang berlokasi di Gunung Papandayan. Jenis material tanah ialah tanah pegunungan.

Penyinaran matahari rata-rata ialah sedang dan ada pengaruh musim, pada musim kemarau sering terjadi kebakaran hutan. Kondisi lingkungan kawasan ini sebagai berikut kulaitas lingkungan, kebersihan / sanitasi dan bentang alamnya baik. Gunung Papandayan tidak ada pencemaran udara dan pencemaran air, sedangkan untuk pencemaran bau ada yang berasal dari belerang di TWA. Sedangkan untuk pencemaran sampah ada berasal dari sampah pengunjung dan vandalisme di kawasan ini ada yang berasal dari ulah pengunjungnya.

Di Papandayan ada kios yang berjumlah 10 buah yang terletak di deket pintu masuk (loket karcis) yang melebar sepanjang lahan parkir ada 1 buah took cinderamata di antara kios tersebut. Tempat parkirnya memiliki luas 1 ha terletak di dekat pintu masuk yang dapat memuat 100 bus, 200 mobil dan motor yang jumlahnya sangat banyak. Kondisi tempat parkir baik, lapisan permukaan beraspal, tanah, rumput dan krikil dengan vegetasi peneduhnya cukup. Terdapat 1 buah toilet umum dengan kebersihan / sanitasi cukup dan kondisi bangunannya cukup. Ada sebuah shelter dengan kebersihan / sanitasi cukup dan kondisinya cukup. Tempat sampah ada 3 buah terletak di dekat lokasi parkir dengan kondisi cukup yang berbentuk keranjang sampah. Bumi perkemahan ada 2 buah, yaitu Pondok Salada berjarak 3 km dari pintu masuk ke arah puncak dengan luas 2 Ha dan Camp David terletak di belakang parkiran dengan luas 1 ? Ha. Di bumi perkemahan tersedia fasilitas tempat api unggun dan lapangan upacara. Air bersih di Camp David dan TWA belum ada akibat gunung meletus sedangkan di Pondok Salada terdapat Sungai Cisalada yang berupa mata air. Tingkat kebersihan dan kondisi perkemahan di Gunung Papandayan cukup.

Interpretation center ada 1 buah dengan tingkat kebersihan dan kondisinya baik yang terletak di pos jaga atau loket. Terdapat pos jaga warna yang berfungsi juga sebagai pos jaga dengan tingkat kebersihan dan kondisinya baik.

Aksesbilitas di kawasan ini berupa jalan raya dari Garut ? Pameungpeuk yang jenisnya jalan Propinsi dengan panjang 80 km dan lebarnya 6m dengan kondisi cukup, jalan aksesnya termasuk dalam jenis jalan Kabupaten Cisurupan ? TWA sepanjang 9 km dan lebar 5 km dengan kualitas jalannya cukup dan jalan setapak dari tempat parkir ke kawah sepanjang 1 km dan lebar jalannya bervariasi dengan kondisi kurang akibat dari longsor. Jenis transportasi umum berupa bis pariwisata (tidak jadwal), ada angkot yang khusus charteran bukan langsung (tidak terjadawl) angkutan tradisional (pick up) dari Cisurupan ke kawah dan ojeg dengan rute yang sama. Tarif yang berlaku dari Cisurupan ke TWA untuk ojeg Rp. 7000,- per orang dan angkutan tradisional Rp. 4000,- per orang.

Daya tarik Gunung Papandayan yang utama berupa kawah, panorama, pegunungan dan perkemahan, semuanya ini dapat dilakukan di TWA Daya tarik yang potensial berupa hutan terdapat di Cagar Alam (CA) yang sifatnya khusus untuk penelitian dan pendidikan
Aktivitas yang utama dapat dilakukan yaitu traking, hiking, fotografi dan rekreasi hutan yang semua ini dapat dilakukan di TWA. Sedangkan aktivitas penunjangnya ialah penelitian fauna dan flora di CA serta untuk piknik dan berkemah dapat di lakukan di TWA.

TWA memiliki flora yang dominan yaitu Suwagi dan Kiteke sedangkan fauna yang dominan yaitu babi hutan dan burung. Dalam CA flora yang dominan ialah Hiur, Puspa, Pasang Hura, Saninten, Jamaju dan Sega sedangkan untuk fauna dominan adalah babi hutan, jenis burung, macan kumbang dan tutul. Untuk TWA, babi hutan merupakan hewan berbahaya dan untuk di CA berupa macan kumbang dan tutul. Flora langka di CA yaitu Saninten dan untuk faunanya rusa, elang Jawa, Lutung dan Surili. Kegiatan konservasi hewan dan tumbuhan dilakukan di CA.

Selasa, 05 Januari 2010

SEKILAS KAMPUNG SAMPIREUN

Hotel Kampung Sampireun mulai Beroperasi pada bulan Januari 1999 yang mana peresmiannya dilakukan oleh Menteri Pariwisata Seni dan Budaya Bapak Marzuki Usman pada tanggal 4 September 1999.

Kampung Sampireun merupakan sebuah Resort bernuansa Perkampungan Sunda, berada di ketinggian ± 1.000 meter diatas permukaan laut, berlokasi di Kampung Ciparay desa Sukakarya Kecamatan Samarang Kabupaten Garut, Jawa Barat dengan luas area ± 5,5 hektar termasuk luas Situ Sampireun (1,5 Hektar) dengan mata 7 mata airnya. Kampung Sampireun memiliki 20 Bungalow terdiri dari 8 unit tipe Kalapalua Suite (Satu kamar tidur & teras), 4 unit tipe Kurjati Suite (Satu kamar tidur, ruang tengah, & teras), 4 unit tipe Waluran Suite (Dua kamar tidur, ruang tengah, & teras), 1 unit tipe Cikuray Suite (Dua kamar tidur, ruang tengah, & teras), 1 unit tipe Papandayan Suite (Dua kamar tidur, ruang tengah, & teras) , dan 1 unit tipe Manglayang (Tiga kamar tidur, ruang tengah, & teras),.Bungalow dirancang dengan ciri khas Rumah Panggung Tatar Sunda Parahyangan. Selain itu Kampung Sampireun memiliki fasilitas : “Seruling Bambu Restaurant”, “Bale Putri Amantie” sebagai tempat untuk menikmati Gorengan sore (Afternoontea), “Waroeng Kopi” ala kampung sebagai tempat interaksi Warga Kampung (Tamu dan Karyawan), tradisional Meeting Room “Kiara Payung Meeting Room” yang menampung hingga 30 orang, “Taman Sanghyang Dayu” yang dapat dipergunakan sebagai tempat “Dinner Party “, Kolam Renang dan “Taman Sari Royal Heritage Spa” yang berdiri pada tahun 2003, Peresmian pembukaan Spa tersebut dilakukan oleh Amelia Vega, Miss Universe 2003. Serta fasilitas yang terbaru “ Children Playground “

Kampung Sampireun sendiri diambil dari nama Situ (Danau) Sampireun (dalam bahasa Indonesia berarti Tempat Singgah). Danau ini memiliki sumber mata air yang cukup besar yang masih dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk mengairi sawah-sawah. Di salah satu sudut masih dipertahankan kebun bambu yang menambah nuansa sejuk dan tenang dengan suara gemerisiknya, tanaman Pinus yang rindang dan sudut-sudut lainnya ditata dengan yang asri dengan tema “Tropical Gardenlust”. Dengan temperatur yang sangat sejuk antara 12°C-18.°C, dan konsep yang unik yaitu “Back To Nature” Kampung Sampireun menjadi tempat favorit bagi mereka yang berbulan madu dan untuk meluangkan akhir pekan bagi pribadi-pribadi yang membutuhkan istirahat dari rutinitas sehari-hari di kota besar.

Dengan dilengkapi Perahu untuk setiap bungalow maka tamu yang menginap dapat menikmati nuansa Situ Sampireun ditemani dengan ribuan Ikan Mas yang akan menemani ketika berperahu. Para tamu juga dapat menikmati acara “Calung”, yaitu kesenian tradisional yang dipentaskan setiap sore di atas rakit di tengah Situ. Dan pada malam hari para Tamu akan di “Nina Bobo-kan” oleh alunan Kecapi Suling yang dimainkan langsung oleh grup kesenian Kampung Sampireun sambil menjajakan “Sekoteng” , minuman tradisional Sunda untuk menghangatkan tubuh.

Untuk Tamu yang baru tiba akan dihidangkan “Welcome Drink” berupa “Bajigur” minuman tradisional yang terbuat dari Santan, Gula Merah dan Daun Pandan dihidangkan hangat, serta panganan kecil berupa Rangginang, Ranggining. Setelah itu, Tamu akan diantar dari Lobby ke bungalow dengan cara yang unik yaitu dengan menggunakan Perahu atau Rakit.

Salah satu fasilitas di resort ini adalah Taman Sari Royal Heritage SPA. SPA ini memiliki 2 Villa, 2 ruangan standard, 5 therapist, 1 ruang meditasi, 1 ruangan body sauna, jamu bar dan juga kolam renang mini. Diberikan 30% diskon untuk semua treatment bagi mereka yang bermalam di Kampung Sampireun (Kecuali sauna dan special promo).

Paket-paket yang ditawarkan pun cukup beragam. Mulai dari Paket Meeting, Paket Outing, dll. Paket yang istimewa di Kampung Sampireun adalah Paket Bulan Madu. Istimewa karena didukung oleh lokasi Resort yang dikelilingi pegunungan, Taman – taman bunga hingga memberikan nuansa Kampung yang kental, asri dan eksotis, jauh dari keramaian kota. Dengan mengambil paket ini, tamu yang berbulan madu akan dimanjakan oleh berbagai servis seperti:

  • Floating Candle light dinner di atas rakit
  • Floating Foot SPA di atas rakit
  • Tretment SPA untuk berdua
  • Wisata Kampung
  • Buklet Bunga dan Gift
  • Hiasan Kamar khas bulan madu
  • Dan lain sebagainy

Kampung Sampireun akan berusaha agar mereka yang berbulan madu di resort ini akan mendapatkan pengalaman terindah yang tak terlupakan.

Sejarah Kampung Sumber Alam

Pada mulanya milik keluarga besar dr. H Maskawan Mustofa. melihat sumber daya air panas yang melimpah ruah di Cipanas serta didorong oleh keinginan untuk berpartisipasi menyehatkan masyarakat, beliau kemudian mendirikan sebuah klinik fisioterapi. seiring dengan perkembangan waktu, berkembang pula fungsi klinik ini menjadi tempat periistirahatan bagi mereka yang berobat yang berasal dari luar kota. tanpa didasari pengetahuan pariwisata, beliau akhirnya menambah sarana kliniknya berupa beberapa buah kamar.

Ukun (Rahmat Syukur Maskawan) yang anak bungsu dari 12 bersaudara putra putri dr. H. Maskawan mustofa ini, menggabungkan keinginan ayahnya itu dengan dunia pariwisata. Dengan berbekal ilmu yang diperolehnya di Nasional Hotel Institut Bandung, di tahun 1975-1980 dan pengalaman di Holland American Cruises (2 tahun), ia bersama saudara-saudaranya meneruskan pembangunan penginapan yang telah dirintis ayahnya itu. pada permulaan di tahun 1981, Kampung Sumber Alam (dulu bernama " Hotel Sumber Alam Village") masih memiliki 18 buah kamar ukun memulainya dengan membenahi sumber daya manusia yang dimilikinya sehingga terbentuk sebuah tim kerja yang solid.

Ditahun 1984 dengan 18 buah kamar (10 kamar dan 8 bungalow) yang dimiliki, aktifitas di hotel ini meningkat pesat, sehingga Ukun merasa perlu untuk merekrut manajer yang profesional. seorang temannya yang sudah lama berkecimpung di PHRI dan berpengalaman kerja di Jerman ia meminta untuk menjadi manajer. pasca pembangunan kafetaria di tahun 1987 usaha jasa akomodasi telah berkembang menjadi 21 buah kamar (10 kamar dan 11 bungalow) serta rumah makan dan mengalami peningkatan yang cukup bagus dengan tingkat hunian kamar mencapai di atas 80%.




Minggu, 03 Januari 2010

EKSOTISME OBYEK WISATA GARUT: Situ dan Candi Cangkuang

itu Cangkuang, selain sebagai objek wisata danau juga merupakan objek wisata budaya karena di sekitarnya terdapat Candi Cangkuang, Kampung Pulo, Makam Arif Muhammad dan Makam Embah Pangadegan. Lokasinya di desa Cangkuang kecamatan Leles, sekitar 10 km dari arah Garut Kota.

Candi Cangkuang adalah peninggalan budaya Hindu. Terletak di sebuah bukit kecil yang disebut Bukit Pulo. Candi ini berdiri sekitar abad VIII Masehi. Sebagai peninggalan budaya Hindu dengan ciri khas dinding candi polos (tidak terdapat relief) dan sebuah arca Hindu Syiwa di dalam candi.

Sekitar 2 meter arah utara dari Candi Cangkuang ada sebuah makam kuno Dalem Arief Muhammad yang merupakan tokoh penyebar syiar Islam di daerah Cangkuang dan sekitarnya. Beliau adalah salah seorang menantu Sultan Sumenep dari Madura. Pada saat meninggal dunia, beliau meninggalkan 6 orang anak wanita.
Keturunan Arief Muhammad telah membentuk suatu komunitas yang unik.

Terletak 150 meter sebelah barat Makam Arief Muhammad, terdapat kampung adat dari keturunan Arief Muhammad dengan sebutan Kampung Pulo.

Di Kampung Pulo ini hanya terdapat 6 buah rumah yang berjajar masing-masing 3 rumah secara berhadapan ditambah satu bangunan masjid. Menurut kepercayaan rakyat setempat, keenam bangunan rumah tersebut melambangkan enam orang anak wanita Arief Muhammad. Bangunan ini tabu untuk dikurangi atau ditambah, serta yang berdiam di komplek itu tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga.

Makam kuno Embah Pangadegan berada di puncak bukit Pameuntasan tidak jauh dari Bukit Pulo. Dibandingkan dengan bukit lain di sekitarnya, bukit ini tidaklah begitu luas, tetapi bentuknya masih utuh berupa punden berundak. Embah Pangadegan adalah salah seorang diantara pembantu Arief Muhammad ketika menyebarkan agama Islam. Beliau merupakan orang kedua setelah Dalem Arief Muhammad.

Saya, Kamis (13/11/08) sengaja mengunjungi objek wisata Cangkuang. Setelah lelah berkeliling-keliling di situ dan sekitar Candi, selanjutnya berbincang-bincang santai dengan pengelola Situ Cangkuang, yaitu Kepala UPTD Situ Cangkuang, Rana Diana. Berbagai hal tentang objek wisata Cangkuang beliau kemukakan dengan jelas dan rinci.

Dijelaskan Rana Diana, objek wisata Cangkuang, biasanya ramai pengunjung pada pasca Lebaran. Rata-rata pengunjung sekitar 1000 orang perhari, dengan tiket masuk yang cukup murah yaitu 2 ribu rupiah (dewasa) dan untuk anak-anak cukup seribu rupiah perorang. Hasil penjualan tiket semuanya disetorkan ke Disparbud (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan) Kabupaten Garut, sehingga untuk biaya operasional sehari-hari harus terlebih dahulu mengajukan anggaran ke disparbud.

Dan ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pengelola, khususnya untuk biaya perawatan dan biaya-biaya operasional lainnya yang tidak terduga.

Rana Diana mengusulkan ke Dinas adanya bagi hasil dari penjualan tiket ataupun insentive, apalagi pengelola bekerja fulltime, bahkan tidak mengenal waktu.

Di saat orang lain liburan, justru pengelola objek wisata bekerja keras. Dan juga dari penjualan tiketpun ada target yang harus dicapai pengelola. Ketika disinggung tentang peningkatan daya tarik objek wisata, misalnya dengan secara rutin mengadakan pagelaran kesenian rakyat.

Rana Diana berharap pihak Pemkab dapat mensubsidi anggaran bagi pegelaran kesenian rakyat tersebut. Karena kalau mengandalkan anggaran dari Disparbud tidak akan terjamin kesinambungannya. Hal ini erat kaitannya dengan keberpihakan Pemkab pada pengembangan dunia wisata. Dunia wisata maju dan berkembang akan terjadi multiplayer efek, sektor-sektor usaha lainnya akan tumbuh dan berkembang juga.


Di akhir perbincangan, secara khusus Rana Diana mengusulkan agar pihak Pemkab Garut segera mengadakan pengerukan situ Cangkuang. Karena situ Cangkuang semenjak meletusnya Gunung Galunggung Tahun 1982 yang lalu sampai sekarang, telah terjadi pendangkalan-pendangkalan. Seminggu saja tidak turun hujan, situ Cangkuang kekeringan. Dikhawatirkan lama kelamaan bisa saja situ Cangkuang hilang, dan cuma jadi legenda semata. Wallahualam.

Sejarah Kota (other Version)

Kota Garut merupakan ibu-kota wilayah Priangan Timur yang terkenal dengan alamnya yang asri, pegunungan yang indah, hawanya sejuk-segar, tanahnya subur, penduduknya peramah dan alim. Pengaruh dari ajaran-ajaran Islam terhadap penduduk Garut bekembang dengan mendalam, sebagai peninggalan sejarah penyebaran agama Islam antara lain adanya makam Godog yang dikatakan sebagai makam keramat; yaitu makam Prabu Kiansantang penganut agama Islam yang pertama dari Kerajaan Pajajaran.

Sejarah kota Garut dapat ditelusuri dari hadirnya Kerajaan Zaman Hindu di Jawa Barat yang pertama, yaitu Tarumanegara (didirikan pada tahun 400). Kemudian muncul Kerajaan Galuh (1249-1333), Kerajaan Pajajaran (1333-1579) yang meliputi daerah Jawa Barat (Pasundan) dengan Rajanya yang terkenal yakni Prabu Siliwangi berkedudukan di Pakuan (Bogor). Berkembangnya Islam di pulau Jawa lambat laun memasuki kalangan Keraton, sehingga menjadi tanda pergantian zaman, dari Zaman Hindu ke Zaman Islam.

Putra Prabu Siliwangi yang bernama Kiansantang, terkenal gagah perkasa dan sebagai putera mahkota yang pertama memeluk agama Islam, telah menyebarkan agama Islam sampai ke daerah Garut. Tempat yang terkenal sebagai pusat penyebaran agama Islam di Garut disebut daerah Suci, makam Prabu Kiansantang berada di daerah Godog dilereng Gunung Karacak, sehingga beliau disebut dengan nama ÒSunan Godog atau Sunan RochmatÓ. Makam tersebut dianggap keramat, pada setiap bulan maulud banyak orang yang ber-ziarah.

Terdapat bekas tempat tinggal (Patilasan) Kiansantang pada saat menyebarkan agama Islam di daerah Garut selatan (di Gunung Nagara Desa Depok), yang dianggap sebagai keramat. Bahkan ada cerita karena kesaktiannya, maka rakyat yang tidak mau memeluk Agama Islam ditenung (disantet) dengan tongkatnya kemudian seketika menjadi Harimau, (alkisah dikabarkan mereka yang tidak mau memeluk agama Islam, lari ke hutan yang disebut dengan Leuweung Sancang). Peninggalan Kiansantang yang saat ini masih ada yaitu : (1) Quran di Balubur Limbangan, (2) Keris (Duhung) di Cinunuk Hilir (Wanaraja), (3) Tongkat di Darmaraja, (4) Kandaga (Peti) di Godog.

Lahirnya Garut sebagai salah satu kota tempat penyebaran agama Islam, diawali dengan munculnya pesantren pada saat hadirnya Sjech Kamaludin keturunan Sunan Gunung Jati Cirebon (1552-1570), sebagai Demang (Wedana) Timbanganten, mendapat julukan ÒSembah Dalem Sjaechuna TimbangantenÓ, beliau memberikan ajaran agama Islam .Kemudian murid-muridnya membuka pesantren di berbagai tempat di Garut.

Kabupaten Limbangan merupakan cikal-bakal lahirnya Kabupaten Garut, dijaman yang lampau Balubur Limbangan mengalami zaman keemasan yang gilang-gemilang, subur-makmur, aman dan tentram; maka Balubur Limbangan menjadi catatan para sejarahwan dan tidak mudah dilupakan orang, karena kecakapan pemerintahnya, dapat menjalankan, memperhatikan keseimbangan di segala bidang dan dapat mengikuti perkembangan syiar Islam yang dilakukan oleh pemerintah Cirebon, Limbangan saat itu dikenal dengan wilayah yang mempunyai daya kekuatan batin.

Nama Limbangan berasal dari kata ÒImbanganÓ yang berarti memiliki kekuatan batin, pada abad dimana Islam sedang pesatnya mengalir ke setiap pelosok tanah air Indonesia, Limbangan dipimpin oleh seorang bupati, sebagai wakil dari Syarif Hidayat (1552-1570). Awalnya pemegang kekuasaan limbangan adalah Dalem Prabu Liman Sendjaya cucu dari Prabu Siliwangi dan anak dari Prabu Lajakusumah. Prabu Liman Sendjaja diganti oleh anaknya yang bernama Raden Widjajakusumah I, yang lebih dikenal julukan Sunan Dalem Cipancar.

Mulai dari Raden Widjajakusumah ke-1 ini, Bupati Limbangan yang dikenal dengan Bupati Galih Pakuan sangat termasyhur akan kebijaksanaannya dalam memimpin, tentang kecakapan mengatur pemerintahan, peribahasa Sunda (Dinas P dan K Kabupaten Garut : 1963) mengatakan Sepi Paling Suwung Rampog, Hurip Gusti Waras Abdi (aman, tentram dan damai).

Bupati Widjajakusumah sebagai pemuka tabir bahwa Balubur Limbangan mempunyai kekuatan batin. Syahdan Kepala daerah Cirebon, Syarif Hidayat. Pada suatu saat beliau memerintahkan kepada semua bupati untuk menghadiri rapat bupati di Cirebon, seluruh bupati diwajibkan hadir tepat waktu, bila ada yang melalaikan perintah Syarif Hidayat, maka akan dikenakan hukuman mati.

Upaya tersebut merupakan penanaman disiplin bagi aparatur negara pada waktu itu. Maksud dari yang terpenting dari kumpulan itu, guna menjelaskan tentang keunggulan ajaran agama Islam. Pada saat itu ditegaskan bahwa sebagai penganut Islam, harus berjanji untuk menjalankan segala perintah agama dan tidak akan bertentangan dengan hukum-hukum serta menurut perintah Tuhan.

Perjalanan dari Limbangan menuju Cirebon saat itu sangat sulit, oleh karena itu Bupati Galihpakuan, Raden Widjajakusumah datang terlambat pada acara rapat tersebut. Sesampainya di Pendopo, Bupati Galihpakuan ditangkap oleh para algojo yang bertugas, dan akan dibunuh dengan mempergunakan senjata miliknya, namun ketika keris ditusukkan pada tubuh Bupati Raden Widjajakusumah, tiba-tiba semua algojo itu terjatuh lemas ke tanah.

Seluruh isi Pendopo menjadi panik, hingga rapat terganggu dan dihentikan untuk sementara waktu, Syarif Hidayat keluar dan menjumpai para algojo, beliau menanyakan sebab-sebab kejadian ini, maka para algojo menjelaskan, bahwa saat menjalankan tugas dari beliau untuk menghukum Bupati Galihpakuan yang datang terlambat, mereka tidak berdaya. Syarif Hidayat menoleh kepada Bupati Galihpakuan, maka mengertilah bahwa bupati yang bersalah itu seharusnya dihukum dengan tidak mengenal pangkat, teman atau saudara.

Bupati Galih pakuan dengan iklas mempersembahkan kerisnya kepada Syarif Hidayat, guna menjalani hukuman. Setelah keris berada ditangan Syarif Hidayat, maka terlihatlah lapadz Quran ÒLaa Ikrooha FiddiinÓ, yang terukir pada keris tersebut, maka Syarif Hidayat memahami, bahwa orang yang diizinkan memakai keris tersebut adalah orang yang sangat berjasa, karena keris tersebut adalah senjata pusaka dari Prabu Kiansantang Pendekar Agama Islam. Keris itu dapat dipandang sebagai bintang perjuangan dalam menyebarkan agama Islam.

Akhirnya Syarif Hidayat tidak jadi membunuh Bupati Galihpakuan dan mengumumkan kepada semua bupati dalam rapat, bahwa Bupati Galihpakuan tidak jadi dibunuhnya karena beliau merupakan orang yang sangat berjasa dalam penyebaran agama Islam, terbukti dengan memilikinya Senjata Pusaka. Dijelaskan pula oleh beliau bahwa keterlambatannya bukan berarti melalaikan undangannya, tetapi karena disebabkan sulitnya perjalanan. Diumumkan pula, bahwa sejak hari ini nama Bupati Galihpakuan diganti dengan nama Bupati Limbangan yang berarti bahwa Galihpakuan telah mengimbangi Cirebon dalam syiar Islam.

Nama Limbangan saat ini masih ada dan Senjata Pusaka pun masih ada pada keturunan Raden Wangsa Muhammad alias Pangeran Papak di Cinunuk Kabupaten Garut. Dalam sejarah Kabupaten Limbangan disebutkan bahwa Bupati Limbangan yang berkedudukan di Limbangan, yang terakhir adalah Bupati Raden A.A. Adiwidjaja.

Pada tahun 1812 di tetapkan bahwa kedudukan bupati di pindahkan ke daerah distrik Suci, di suatu kampung yang sunyi-senyap yaitu Garut. Semula Ibu Kota akan dipindahkan di daerah Karangpawitan, namun tidak memiliki sumber air sehingga tidak terpilih, maka tempat itu disebut pidayeuheun.

Sebagai lazimnya setiap nama tempat memiliki riwayat, begitupun Garut mempunyai riwayat sebagai berikut; Sebelum Garut menjadi tempat tinggal (perkampungan), orang yang menemukan tempat itu tertarik oleh tanahnya yang datar dan mempunyai pemandangan indah yang dikelilingi oleh gunung-gunung. Ditengah-tengah dataran itu terdapat sebuah mata air yang merupakan telaga kecil tertutup oleh semak belukar yang berduri, dari mata air yang merupakan telaga kecil itu mengalir sebuah anak sungai kecil.

Pada saat orang yang menemukan telaga kecil itu akan mengambil air, tangan mereka tergores (kagarut) rerumputan hingga berdarah. Kemudian semak-belukar tersebut dinamainya Ki Garut. maka telaganyapun diberi nama Ci-Garut. Semak belukar tersebut secara bergotong-royong dibersihkan dan kemudian dibangun menjadi kota Kabupaten Limbangan yang baru.

Pembangunan perumahan, jalan-jalan dan segala fasilitas lainnya, selesai tanggal 1 April tahun 1813. Sejak itulah Kota Garut menjadi Kota Kabupaten. Bupati Garut yang pertama adalah Raden A.A. Adiwidjaja, yang kemudian mendapat julukan Dalem Cipeujeuh, karena dimakamkan di Cipeujeuh.

Adat-istiadat rakyat yang selalu hormat setia kepada kepala daerahnya mulai kepada Lurah (Kepala Desa) sampai kepada Bupati dengan mendapat sebutan : Juragan, Gamparan sampai Kangjeng, ditiru pula dalam hubungan antara buruh dan tuan-kuasa anderneming, mendapat panggilan Kangjeung Tuan Besar.

Majunya perusahaan Asing (perkebunan) memerlukan pegawai Indonesia rendah yang pandai membaca dan menulis (antara lain untuk menjadi mandor, Juru Tulis). Tahun 1872 didirikan sekolah yang lamanya tiga tahun, jumlah sekolah pada waktu itu hanya sedikit demikian pula muridnya. Rakyat lebih tertarik untuk mengikuti pendidikan pesantren dari pada bersekolah.

Pada Tahun 1900 diadakan sekolah Kelas Satu yang lamanya lima tahun, Pada tahun 1907, Sekolah Kelas Satu menjadi enam tahun dan ditambah dengan pelajaran bahasa Belanda, Murid yang diterima masuk kesekolah Kelas Satu itu hanya keturunan kaum bangsawan saja. Untuk rakyat kebanyakan di adakan sekolah Kelas Dua lamanya empat tahun.Pada tahun 1914 sekolah Kelas Satu dirubah menjadi H.I.S., bahasa pengatarnya bahasa Belanda dan kepala sekolahnya orang Belanda, sedangkan untuk anak-anak Belanda sendiri didirikan sekolah Belanda.

Mengawali implementasi emansipasi perempuan dan kemitrasejajaran gender di Garut saat itu, isteri Bupati Garut Raden Ayu Lesminingrat mengikuti jejak Raden Dewi Sartika mendirikan sekolah Kautamaan Isteri pada tahun 1910 tempatnya di halaman Kabupaten. Pada tanggal 31 Juni 1931 di Garut berdiri cabang PASI (Pasundan Istri). Usaha Pasi sejak berdirinya sebagai berikut ; (1) tahun1933 mendirikan Consuntatie Bereau, (2) tahun 1933 mendirikan Bank Pasi mendapat hak Badan Hukum tahun 1936, tahun 1936 mendirikan Badan Kematian dan Verbruik Cooperatie. Dalam aksi-aksi Pasi tidak ketinggalan, tahun 1934 mengadakan rapat umum menuntut supaya di Volksraad ada perwakilan perempuan. Tahun 1939 mengadakan rapat umum bersama-sama dengan Gapi bertempat di Gedung Taman Siswa Garut untuk menuntut Indonesia berparlemen.

Uraian tentang sejarah Garut tersebut menunjukkan bahwa Garut sebagai salah satu daerah pusat penyebaran agama Islam telah menjadikan masyarakatnya terinternalisasi oleh nilai-nilai Islam dan sebagai bekas pemerintahan jaman kerajaan pun, masyarakatnya masih menghargai dan membanggakan perbuatan terpuji yang telah dilakukan leluhurnya, seperti Prabu Kiansantang. Disamping itu aktifitas pemberdayaan perempuan tercermin dari realitas emansipasi perempuan dalam kegiatan organisasi Pasundan Istri yang diprakarsai ole istri Bupati Garut pada tahun 1910.

Masjid Agung Saksi Bisu Sejarah Kota

Salah satu tempat yang nyaris selalu saya singgahi jika berkunjung ke kota Garut, Jawa Barat adalah Masjid Agung Garut. Suasananya yang teduh dan lokasinya yang strategis, tak jauh dari pusat keramaian membuat masjid yang satu ini kerap menjadi tempat transit bagi para pelancong dalam negeri untuk shalat dan beristirahat sejenak. Pilihan mereka tidak keliru. Terlebih di area halaman masjid dan sekitar alun-alun Garut terdapat sejumlah pedagang makanan yang bisa kita pilih untuk mengisi perut setelah lelah menempuh perjalanan. Apalagi pada bulan Ramadhan. Menjelang senja, tempat ini menjadi salah satu lokasi favorit bagi para wisatawan lokal dan penduduk kota Garut untuk mencari menu tajil.

Berbicara mengenai Masjid Agung Garut sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari tapak-tapak sejarah kota maupun Kabupaten Garut itu sendiri. Setelah sempat dibubarkan pada era Daendels akibat rendahnya produksi kopi dari daerah ini, Kabupaten Limbangan yang menjadi cikal bakal Garut akhirnya dibentuk kembali sekitar tahun 1813. Karena Suci yang sebelumnya menjadi ibukota dianggap sudah tidak layak, maka wilayah yang terletak sekitar 5 Km dari arah Suci menjadi pilihan.

Seperti konsep yang banyak diterapkan di mayoritas kota-kota di Indonesia, dimana pusat kota biasa terdiri dari alun-alun, masjid, penjara, pusat pemerintahan, dll, pemerintah zaman itu pun menerapkan hal yang sama pada kota ini. Maka bila ditilik dari sisi sejarah, Masjid Agung Garut ini termasuk salah satu masjid tertua di bumi Priangan.

Wajah masjid yang bisa Anda lihat saat ini juga bukan rupa yang sama dengan Masjid Agung Garut pada awal abad ke 19. Perubahan mencolok terletak pada bentuk kubah. Seperti umumnya masjid di Priangan termasuk Masjid Agung Bandung, Masjid Agung Garut pada masa itu pun menganut konsep tajuk tumpang tiga atau lebih dikenal dengan atap “nyungcung.”baheula (dulu – red) sering kita dengar istilah “ka bale nyungcung” untuk menggambarkan pasangan yang akan melakukan akad nikah di masjid agung. Itulah mengapa di tanah sunda jaman

Masjid yang terletak di Jl. Ahmad Yani, Garut ini entah sudah berapa kali mengalami renovasi. Namun yang tercatat pada batu prasasti di Masjid tersebut menyatakan bahwa renovasi pernah dilakukan pada 10 November 1994 dan rampung pada 25 Agustus tahun 1998.

Semoga saja keberadaan salah satu saksi bisu sejarah peradaban kota Garut ini bisa terus terpelihara. Tetap nyaman, asri dan tidak terdesak oleh bangunan lain yang berpotensi merusak wajah masjid itu sendiri. Sebagai warga Bandung, saya sendiri sering merasa iri bila melihat masjid-masjid di kota lain yang bisa menjadi landmark bagi kotanya. Sungguh beda dengan nasib Masjid Agung Bandung, yang meski sudah direnovasi namun tetap saja tidak bisa tampil ke depan sebagai icon pusat kota karena sudah dikepung oleh Mal dan gedung perkantoran.


Sejarahnya Garut


Sejarah Kabupaten Garut berawal dari pembubaran Kabupaten Limbangan pada tahun 1811 oleh Daendles dengan alasan produksi kopi dari daerah Limbangan menurun hingga titik paling rendah nol dan bupatinya menolak perintah menanam nila(indigo). Pada tanggal 16 Pebruari 1813, Letnan Gubernur di Indonesia yang pada waktu itu dijabat oleh Raffles, telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang pembentukan kembali Kabupaten Limbangan yang beribu kota di Suci. Untuk sebuah Kota Kabupaten, keberadaan Suci dinilai tidak memenuhi persyaratan sebab daerah tersebut kawasannya cukup sempit. Berkaitan dengan hal tersebut, Bupati Limbangan Adipati Adiwijaya (1813-1831) membentuk panitia untuk mencari tempat yang cocok bagi Ibu Kota Kabupaten. Pada awalnya, panitia menemukan Cumurah, sekitar 3 Km sebelah Timur Suci (Saat ini kampung tersebut dikenal dengan nama Kampung Pidayeuheun). Akan tetapi di tempat tersebut air bersih sulit diperoleh sehingga tidak tepat menjadi Ibu Kota. Selanjutnya panitia mencari lokasi ke arah Barat Suci, sekitar 5 Km dan mendapatkan tempat yang cocok untuk dijadikan Ibu Kota. Selain tanahnya subur, tempat tersebut memiliki mata air yang mengalir ke Sungai Cimanuk serta pemandangannya indah dikelilingi gunung, seperti Gunung Cikuray, Gunung Papandayan, Gunung Guntur, Gunung Galunggung, Gunung Talaga Bodas dan Gunung Karacak. Saat ditemukan mata air berupa telaga kecil yang tertutup semak belukar berduri (Marantha), seorang panitia "kakarut" atau tergores tangannya sampai berdarah. Dalam rombongan panitia, turut pula seorang Eropa yang ikut membenahi atau "ngabaladah" tempat tersebut. Begitu melihat tangan salah seorang panitia tersebut berdarah, langsung bertanya : "Mengapa berdarah?" Orang yang tergores menjawab, tangannya kakarut. Orang Eropa atau Belanda tersebut menirukan kata kakarut dengan lidah yang tidak fasih sehingga sebutannya menjadi "gagarut". Sejak saat itu, para pekerja dalam rombongan panitia menamai tanaman berduri dengan sebutan "Ki Garut" dan telaganya dinamai "Ci Garut". (Lokasi telaga ini sekarang ditempati oleh bangunan SLTPI, SLTPII, dan SLTP IV Garut). Dengan ditemukannya Ci Garut, daerah sekitar itu dikenal dengan nama Garut.. Cetusan nama Garut tersebut direstui oleh Bupati Kabupaten Limbangan Adipati Adiwijaya untuk dijadikan Ibu Kota Kabupaten Limbangan. Pada tanggal 15 September 1813 dilakukan peletakkan batu pertama pembangunan sarana dan prasarana ibukota, seperti tempat tinggal, pendopo, kantor asisten residen, mesjid, dan alun-alun. Di depan pendopo, antara alun-alun dengan pendopo terdapat "Babancong" tempat Bupati beserta pejabat pemerintahan lainnya menyampaikan pidato di depan publik. Setelah tempat-tempat tadi selesai dibangun, Ibu Kota Kabupaten Limbangan pindah dari Suci ke Garut sekitar Tahun 1821. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal No: 60 tertanggal 7 Mei 1913, nama Kabupaten Limbangan diganti menjadi Kabupaten Garut dan beribu kota Garut pada tanggal 1 Juli 1913. Pada waktu itu, Bupati yang sedang menjabat adalah RAA Wiratanudatar (1871-1915). Kota Garut pada saat itu meliputi tiga desa, yakni Desa Kota Kulon, Desa Kota Wetan, dan Desa Margawati. Kabupaten Garut meliputi Distrik-distrik Garut, Bayongbong, Cibatu, Tarogong, Leles, Balubur Limbangan, Cikajang, Bungbulang dan Pameungpeuk. Pada tahun 1915, RAA Wiratanudatar digantikan oleh keponakannya Adipati Suria Karta Legawa (1915-1929). Pada masa pemerintahannya tepatnya tanggal 14 Agustus 1925, berdasarkan keputusan Gubernur Jenderal, Kabupaten Garut disahkan menjadi daerah pemerintahan yang berdiri sendiri (otonom). Wewenang yang bersifat otonom berhak dijalankan Kabupaten Garut dalam beberapa hal, yakni berhubungan dengan masalah pemeliharaan jalan-jalan, jembatan-jembatan, kebersihan, dan poliklinik. Selama periode 1930-1942, Bupati yang menjabat di Kabupaten Garut adalah Adipati Moh. Musa Suria Kartalegawa. Ia diangkat menjadi Bupati Kabupaten Garut pada tahun 1929 menggantikan ayahnya Adipati Suria Karta Legawa (1915-1929).
garut.co.id